Kamis, Mei 30, 2013

SMAN 1 Banjarnegara: Anti-Kekerasan Mendongkrak Prestasi

SMAN 1 Banjarnegara: Anti-Kekerasan Mendongkrak Prestasi

EDISI KHUSUS: Sekolah Para Juara
SMA Negeri 1 Banjarnegara menerapkan sistem poin pelanggaran untuk menertibkan siswanya. Pola kekerasan dijauhkan dalam metode pembelajarannya. Beraneka ekskul yang menarik menjadi alternatif mereduksi kenakalan siswa.
Di tengah-tengah ratusan siswa SMA Negeri 1 Banjarnegara yang sedang mengikuti upacara bendera, Wakil Bupati Banjarnegara, Hadi Supeno, memberikan petuah. "Anak muda sekarang harus punya wawasan luas, ilmu, keterampilan, dan semangat untuk terus berprestasi," katanya saat didaulat sebagai pembina upacara, setelah SMA Negeri 1 Banjarnegara sukses membawa pulang salah satu gelar olimpiade internasional di Argentina.

Pada kesempatan itu, Hadi juga memberi selamat kepada Fenin Rega Randitama, siswa kelas XII SMA Negeri 1 Banjarnegara, yang menggondol medali perunggu di arena International Earth Science Olympiad (IESO) di Olivaria, Buenos Aires, Argentina, Oktober lalu. IESO merupakan olimpiade khusus bidang ilmu kebumian. Di sini peserta diadu kepiawaian melahap soal-soal terkait sistem geosfer, atmosfer, dan hidrosfer dalam astronomi. Tema yang diusung pada IESO saat itu adalah ''Energy, Water and Minerals from Sustainable Development''.

Hadi Supeno datang untuk memompa semangat siswa-siswi sekolah negeri yang kini menaungi 934 siswa itu. Beriringan dengan penghargaan dari Argentina, 10 piala berbagai perlombaan singgah di sekolah ini. Antara lain lomba siswa berprestasi, speech contest, futsal antarsekolah, karate, serta olimpade kebumian, fisika, dan matematika tingkat Provinsi Jawa Tengah.

Debut internasional SMAN 1 Banjarnegara bukan kali ini saja. Tahun lalu, Rizki Wahyu Pangestu menyabet perunggu di Science Olympiad di Gwangju, Korea Selatan. Medali olimpiade sains internasional sejak tahun 2007 hingga sekarang selalu singgah ke sekolah ini. Sejak saat itu, penghargaan bergengsi ini hanya sekali gagal singgah, yakni tahun 2011.

Sepanjang tahun lalu, sebanyak 60 siswa SMA Negeri 1 Banjarnegara berhasil mengoleksi sekitar 70 penghargaan dari 16 event kompetisi tingkat lokal, regional, nasional, dan internasional. Event tersebut meliputi kompetisi akademik, olahraga, maupun aspek lainnya seperti lomba poster dan duta wisata.

***

SMA Negeri 1 Banjarnegara menempati gedung tua buatan tahun 1960 yang kini masih berdiri kokoh di Jalan Letjen Soeprapto 93A, Kota Banjarnegara, Jawa Tengah. Bangunan panjang laksana bangsal rumah sakit itu menjadi cikal bakal sekolah yang kini telah mengembangkan diri dengan gedung-gedung baru itu.

Bangunan lama yang terletak di paling depan kompleks sekolah itu terdiri dari ruang administrasi, guru, ruang kepala sekolah, dan beberapa kelas. Ditambah beberapa unit bangunan baru, sekolah ini telah memiliki 27 kelas yang dilengkapi ruang laboratorium (lab fisika, biologi, kimia, bahasa, dan komputer), satu ruang multimedia, dan perpustakaan.

Keunggulan sekolah ini tentu saja bukan tentang bangunan fisik dan fasilitasnya, melainkan juga prestasi yang tiap tahun tak pernah absen singgah ke pangkuannya. Kepala Sekolah, Ibnu Ashar, mengungkapkan, salah satu resep penting meningkatkan prestasi anak didiknya adalah menggairahkan kegiatan ekstrakurikuler (ekskul). Menurut dia, kegiatan ekskul cukup bisa dinikmati anak-anak didiknya. Buktinya, rata-rata siswa betah di sekolah sampai sore. Macam-macam kegiatan ekskul memberi saluran pada potensi masing-masing anak sehingga tingkat bolosnya kecil sekali, hampir tidak ada.

Untuk pelajaran akademik, ia mengandalkan les sore hari. Les sore hari biasanya mendatangkan narasumber dari luar dan membedah soal-soal ujian nasional tahun-tahun sebelumnya. "Ini dilakukan rutin setiap tahun," katanya kepada Gatra.

Tahun lalu, siswa-siswi sekolah ini mencapai nilai rata-rata ujian nasional 8,5. Dengan poin tersebut, serapan perguruan tinggi negeri sangat besar, mencapai 60%. Sedangkan yang nyantol di universitas swasta tercatat 38%. "Sisanya tidak diketahui," katanya.

Untuk memacu semangat belajar, Ibnu menegakkan prinsip reward and punishment. Ukurannya adalah angka kredit pelanggaran siswa. Jika kredit sampai 100 poin, siswa dikembalikan pembinaannya kepada orangtua. Tetapi itu bukan tiba-tiba. Saat poin mulai merambah 25, orangtua siswa dipanggil ke sekolah untuk membantu memberi solusi. "Dengan peraturan yang jelas, kami bisa mendidik anak-anak tanpa kekerasan," ujarnya. Sebaliknya, yang berprestasi mendapat reward. Siswa yang mendapat penghargaan bergengsi, baik bidang akademik maupun non-akademik, diberi beasiswa bebas biaya sekolah.

Olimpiade sains merupakan ajang paling bergengsi bagi sekolah ini. Pembina olimpiade sains, kebumian, dan geografi, Wiyono, mengungkapkan, khusus untuk penjaringan ajang olimpiade, pihak sekolah menerapkan seleksi ketat. Siswa dikumpulkan di masing-masing kelas untuk diberi wawasan tentang olimpiade ilmu pengetahuan. Setelah itu, siswa diberi formulir dan bebas memilih bidang yang disukainya. Dari situ penyaringan dimulai dengan cara tes tertulis. Syarat pokok untuk masuk tim inti olimpiade adalah nilai 8 untuk matematika.

Siswa yang sudah masuk tim inti olimpiade tetap ikut kegiatan belajar-mengajar. Tetapi, ketika menghadapi olimpiade, mereka masuk training center atau dikarantina dari pagi sampai malam. Pengalaman sebelumnya, tim ini kemudian ditangani pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan diisolasi di hotel atau vila. Anehnya, meski ketinggalan pelajaran di kelas masing-masing, mereka tetap meraih nilai tertinggi di kelasnya.

[Mujib Rahman dan Deni Muliya Barus]
Edisi Khusus Pendidikan Majalah GATRA, 
No 24 Tahun ke XIX, Beredar Kamis, 2 Mei

Sumber : www.gatra.com

0 komentar:

Posting Komentar